
06. Menguak Lapisan Sejarah Desa CIBURIAL
カートのアイテムが多すぎます
カートに追加できませんでした。
ウィッシュリストに追加できませんでした。
ほしい物リストの削除に失敗しました。
ポッドキャストのフォローに失敗しました
ポッドキャストのフォロー解除に失敗しました
-
ナレーター:
-
著者:
このコンテンツについて
Desa Ciburial, yang kini dikenal sebagai desa wisata modern di Bandung, menyimpan lapisan sejarah panjang dan kaya. Dari infrastruktur kolonial hingga era digitalisasi desa, setiap periode meninggalkan jejak penting dalam perjalanan Ciburial.
Awal abad ke-20 (1901–1920an) ditandai dengan kepemimpinan desa pertama, pembangunan Goa Belanda (1906) oleh BEM untuk listrik di Bandung Utara, hingga perintisan Taman Hutan Raya yang resmi jadi hutan lindung pada 1922. PLTA Bengkok pun mulai beroperasi tahun 1923.
Memasuki pertengahan abad ke-20 (1930an–1970an), konsolidasi desa berlanjut dengan perintisan Tahura Djuanda (1960) oleh Gubernur Mashudi dan timnya. Setelah wafatnya Ir. H. Djuanda (1963), hutan lindung ini diabadikan menjadi Kebun Raya Rekreasi Ir. H. Djuanda, meneguhkan peran Ciburial dalam sejarah konservasi.
Akhir abad ke-20 (1980an–1990an) membawa perubahan besar. Dibangun Kampus II Unisba (1980), lalu pada 1985 Presiden Soeharto meresmikan Tahura Ir. H. Djuanda sebagai Taman Hutan Raya pertama di Indonesia. Tahun 1987, Ciburial resmi masuk Kecamatan Cimenyan. Puncaknya, Selasar Seni Sunaryo lahir pada 1997 sebagai pusat seni kontemporer.
Di abad ke-21, Ciburial melangkah ke era digital dan pariwisata. Website desa diluncurkan pada 28 Oktober 2009, menjadi pionir desa online. Tahun 2011, Ciburial resmi ditetapkan sebagai Desa Wisata. Kini, di bawah kepemimpinan Asep Rahmat (2019–2025), desa ini berkembang sebagai destinasi agroekowisata dengan 12.671 jiwa penduduk (2024).
Berada di ketinggian 750–1.200 mdpl, Ciburial bukan sekadar desa indah di dataran tinggi, tapi juga ruang sejarah yang terus hidup. Podcast ini akan menelusuri setiap lapisan sejarah—dari pembangunan Goa Belanda, perintisan Tahura, lahirnya seni kontemporer, hingga transformasi digital—untuk memahami bagaimana Ciburial membentuk identitasnya hari ini.